Kamis, 06 November 2008

seputar E-commerce

Beberapa pekan lalu, saya dimintai pendapat oleh salah seorang teman lewat Yahoo! Messenger perihal penyediaan situs perdagangan di ranah maya (e-commerce). Latar belakangnya adalah rencana teman dia yang lain lagi (saya tidak tahu identitas teman-dari-teman ini, sehingga boleh disebut sebagai mereka — yakni kelompok tersebut — pada tulisan ini). Situs Web yang dimaksud diperlukan untuk mengakomodasi penjualan kaos oblong lewat media Web.

Karena saya faham bahwa si penanya belum menjadi pengusaha besar, persepsi saya sudah terarah pada, “meyakinkan pengertian mereka tentang e-commerce”. Saya tanya balik: benarkah rencana kalian hendak membangun sebuah situs Web besar, kompleks, dan sibuk seperti Amazon.com atau baru berupa gerai produk?

Pertanyaan saya memang sedikit hiperbolis: baru hendak muncul di ranah maya, langsung disodori perbandingan dengan pemain kelas kakap? Si penanya terkekeh, namun menjadi cukup jelas bagi dia bahwa e-commerce yang sebenarnya itu cakupannya sangat luas. Untuk calon saudagar di ranah maya yang baru bermula dari sebuah lapak kecil, ini berarti pengadaan sumber daya yang belum terjangkau.

Saya sodori dia perbandingan yang mudah-mudahan membantu:

1.

Situs Web e-commerce komplit berisi
* katalog lengkap dan senantiasa bersesuaian (up-to-date) dengan kondisi stok barang di gudang;
* fasilitas yang memungkinkan pelanggan memiliki catatan masing-masing baik terhadap preferensi mereka terhadap sistem ataupun rekaman aktivitas belanja;
* fasilitas pengiriman barang yang memudahkan pelanggan memeriksa status barang pesanan;
* mekanisme pembayaran yang aman untuk pelanggan dan diterima baik oleh pedagang. Sepengetahuan saya, bagian ini juga masih sulit di negara kita. Bekerja sama dengan pihak perbankan untuk keperluan pembayaran transaksi berbasis Web perlu prasyarat yang sangat mungkin belum terpenuhi oleh pedagang kaos tadi.
2.

Pada sisi lain, etalase produk di Web jauh lebih mudah dan lebih layak dilakukan:
* semua produk ditampilkan dalam bentuk entri (berupa gambar dan atributnya) halaman Web. Disusun dalam halaman Web statik pun masih memungkinkan apabila entri tersebut tidak terlalu banyak atau jarang berubah. Sekaligus saya tunjukkan contoh Mukena Ponco yang sudah memadai dengan halaman statik Google Pages. Alat bantu blog pun dapat digunakan untuk mengelola entri yang berkembang, dengan tujuan pengelolaan entri dan halaman Web per individu barang semata.
* informasi atribut barang, penanganan pengiriman produk, sampai dengan prosedur pembayaran cukup disajikan “satu arah” kepada pembeli dan komunikasi berikutnya dapat dilanjutkan via email, telepon, atau faksimili. Tidak perlu penyediaan mekanisme interaktif yang ditangani secara kompleks oleh aplikasi Web.

Selain pertimbangan teknis di atas, saya masih teringat koleksi tulisan Dody Suria Wijaya di Failco.com yang membedah dengan tangan dingin tumbangnya belasan situs dot-com di Indonesia. Kendati ulasan Dody berdasarkan pengamatannya pada era sekitar tahun 2000, saya masih “khawatir” kondisi tersebut belum banyak berubah hingga saat ini. Sayang Failco.com tidak dilanjutkan, situs Webnya pun raib.

Campernix adalah sebuah contoh yang sempat saya amati langsung proses pendiriannya. Ruslan Nuryadin, penjual cakram optik di Campernix, mencoba menjajakan kompilasi perangkat lunak bebas dan produk dia sendiri, yakni rekaman tangkapan layar cara instalasi dan set konfigurasi, lewat etalase Web. Alat bantu yang dia gunakan Drupal dan walaupun harus diasuh di tengah pekerjaan dia sebagai pemrogram, pada pekan-pekan pertama setelah penyediaan situs Web, terlihat kesibukan dia mengirim beberapa pesanan. Promosi yang digunakan lewat mailing list yang membicarakan Sistem Informasi Geografis.

Jika Campernix berisi produk yang sangat sempit target pembelinya, saya juga pernah mendengar cerita kesibukan penjual rokok yang menjajakan produknya lewat Web. Konon para pemesannya sudah berdatangan dari berbagai negara dan si penjual memanfaatkan batas ekspor barang pribadi untuk pengiriman dagangan.

E-commerce memang konsep besar dan kompleks. Yang sering terjadi: sebenarnya calon pedagang bermodal kecil ini terkadang baru tertular kata-kata klobot (buzzwords) e-commerce, padahal yang diperlukan baru sebuah perpanjangan gerai di ranah maya. “Konsultan” yang diajak bicara perlu meluruskan maksud tersebut.

Minggu, 26 Oktober 2008